Sunday 20 November 2016

MENGAPA SEBAGIAN GURU KURANG TERTARIK MEMBUAT PERANGKAT PEMBELAJARAN ?



Menjadi guru tidaklah mudah seperti apa yang dilihat oleh kebanyakan orang disekitar kita. Guru harus memiliki 4 (empat) kompetensi   yaitu : kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. 


Menyusun perangkat pembelajaran (Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Perangkat Penilaian, Dll) adalah salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Tetapi terkadang sebagian guru agar bermalas-malasan dalam menyusun perangkat pembelajaran tersebut. Kalaupun ada yang semangat menyusun perangkat pembelajaran terkadang perangkat pembelajaran yang dibuat guru sebatas dokumentasi yang digunakan sewaktu-waktu jika ada pemeriksaan atau supervisi dari perangkat sekolah ataupun instansi terkait. Yang demikian tentunya tidak kita inginkan karena perangkat pembelajaran sesungguhnya adalah langkah awal atau kebutuhan awal guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, agar pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih aktif, efektif dan menyenangkan sehingga diperoleh hasil pembelajaran yang maksimal yang berimbas pada prestasi siswa. 


Kekurangtertarikan guru dalam menyusun perangkat pembelajaran dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu Faktor Internal (Individu) dan Faktor Eksternal. Kedua faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 

  • Pilihan menjadi seorang guru tidak didasari passions.
  • Guru  belum memahami benar seluk-beluk penyusunan perangkat pembelajaran. Jika guru belum memahami benar seluk-beluk penyusunannya, maka secara otomatis rasa malas akan muncul ketika hendak menyusunnya. Sebenarnya ini adalah alasan klasik, karena pada tahun-tahun ini pemerintah sudah menggalakkan berbagai program sosialisasi yang menyangkut penyusunan perangkat pembelajaran
  • Perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum akan berimbas kepada perubahan susunan komponen dalam penyusunan perangkat pembelajaran. Penyusunan perangkat pembelajaran disusun mengikuti kaidah-kaidah dalam kurikulum. Kurikulum yang berlaku sekarang adalah Kurikulum 2006 dan  Kurikulum 2013. Perubahan ini seringkali menyulitkan guru.
  • Minimnya penguasaan teknologi komputerisasi para guru. Guru pada generasi-generasi terdahulu (atau yang disebut sebagai guru-guru yang berusia tua) rata-rata gagap akan teknologi komputerisasi. Segala pekerjaan yang menyangkut penyusunan kata-kata dalam suatu teks, termasuk dalam RPP, akan sangat mudah jika dikerjakan dengan bantuan komputer maupun laptop. Bayangkan saja jika perangkat pembelajaran yang kini bisa dicopy-paste dari file buku guru harus ditulis manual dengan tangan. Pasti akan memakan waktu yang cukup lama, dan pastinya akan menjadi permasalahan yang menyulitkan guru.


Dalam keadaan seperti diatas seorang guru harus mendasari profesinya dengan passion yang pada akhirnya akan selalu mengembangkan diri setiap saat seiring dengan dinamika perubahan kurikulum. 










Saturday 19 November 2016

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Pengertian, Ciri-Ciri, Langkah-Langkah dan Kelebihan serta Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning

A. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karir dan kehidupan sehari-hari.

Rumusan dari Dutch (1994), Problem Based Learning (PBL) merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar dan belajar”, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Problem Based Learning (PBL) mempunyai perbedaan penting dengan pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin ilmu dan penyelidikan siswa
berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas, sedangkan Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan dalam memlilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah.

Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingka tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Dengan Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.

Jadi Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

B. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based Learning (PBL) telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
  • Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
  • Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
  • Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa laporan.
  • Kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

C. Langkah-Langkah Proses Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan. Pemelajar pun harus harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompokkelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang dikenal dengan proses tujuh langkah:
  • Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas

Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.
  • Merumuskan masalah

Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu.
  • Menganalisis masalah

Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini.
  • Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis

Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilahmemilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.
  • Memformulasikan tujuan pembelajaran

Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat
  • Mencari informasi tambahan dari sumber lain

Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menemukan kemana hendak dicarinya.
  •  Mensistesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru dan membuat laporan.

D. Kelebihan  Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran Problem Based Learning atau berdasarkan masalah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan model pembelajaran yang lainnya, di antaranya sebagai berikut:
  • Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. 
  • Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
  • Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 
  • Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstansfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 
  • Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 
  • Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan  cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 
  • Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 
  • Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru 
  • Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa yang mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 
  • Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
E. Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Kelemahan tersebut diantaranya:
  • Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba 
  • Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 
  • Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Sumber:
  • M. Taufiq Amir (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Media Group 
  • Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka 
  • Wina sanjaya. (2008).  Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group

Mengubah Paradigma Negatif tentang Matematika

Tidak dapat dipungkiri, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dihindari bahkan dibenci oleh kebanyakan siswa. Banyak siswa yang memberikan reaksi negatif saat mendengar kata matematika. Matematika dianggap sebagai pelajaran rumit dengan ratusan rumus dan logika yang membingungkan, sehingga tidak jarang nilai pun banyak yang jeblok pada mata pelajaran yang satu ini. Didasari dengan ketakutan  ini akhirnya banyak siswa yang mengeneralisasikan bahwa semua materi matematika itu sulit. Sehingga, paradigma negatif bahwa matematika itu membosankan, sulit dipahami, dan tidak menarik tertanam kuat pada diri siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaali dalam Surdika (1998:2) menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika di sekolah menengah sama dengan sekolah dasar yaitu relatif rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, yang disebabkan oleh rendahnya minat belajar siswa.

Sebenarnya, banyak faktor yang membuat matematika memiliki citra negatif dimata siswa, diantaranya:
1. Faktor matematika itu sendiri
Belajar matematika menuntut kemampuan dalam berhitung, menganalisa, dan lain-lain. Sedangkan kebanyakan siswa lebih memilih membaca dan menghafal daripada berhitung.
2. Guru
Seorang guru memegang peranan penting dalam pengajaran dan pendidikan pada siswanya. Paham atau tidaknya siswa kepada materi pembelajaran tergantung kepada gurunya. Bagaimana guru menyampaikan materi dan bagaimana guru menciptakan suasana belajar di dalam kelas, memiliki pengaruh besar terhadap tingkat pemahaman siswa. Sementara itu, kebanyakan guru matematika kurang disukai. Jadi, bagaimana mungkin siswa akan menyukai matematika jika mereka tidak menyukai guru yang mengajar.
3. Faktor siswa itu sendiri
Dalam diri setiap individu terdapat dua hal penting yang dapat mempengaruhi segala tindakan individu tersebut. Kedua hal itu adalah sugesti dan motivasi. Matematika adalah pelajaran yang secara turun temurun dianggap sebagai musuh besar bagi para siswa karena tingkat kesulitan yang dimilikinya. Hal ini telah tersugesti kepada setiap siswa sehingga sebelum mencoba, mereka menganggapnya sulit. Hal ini dibarengi dengan rendahnya motivasi siswa untuk mampu menyelesaikan soal matematika. Padahal sesungguhnya, jika ada sedikit motivasi untuk mencoba, mereka dapat menemukan bahwa matematika itu menyenangkan.
Paradigma seperti ini yang harus bisa diubah. Perlu terobosan baru untuk menjadikan matematika itu menyenangkan bagi siswa. Agar matematika terkesan menyenangkan dan tidak monoton perlu adanya beberapa alternatif untuk menunjang hal tersebut.

Menurut beberapa ahli matematika bukanlah ilmu yang terlepas dari masalah kehidupan sehari-hari. Matematika berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang berhubungan dengan perhitungan. Perkembangan teknologi saat ini pun tidak lepas dari perkembangan matematika.
Matematika adalah mata pelajaran yang harus dipelajari mulai dari sekolah dasar agar siswa mampu mengembangkan kemampuannya dalam berpikir logis, analisis, kreatif, sistematis, kritis dan juga bekerja sama.

Karena itu, dibutuhkan beberapa upaya agar dapat mengubah pandangan negatif siswa tentang matematika. Antara lain:
  1. Memberikan informasi pengetahuan kepada peserta didik tentang kegunaan matematika secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari di semua bidang.
  2. Memberikan informasi kepada peserta didik tentang fungsi materi matematika yang akan dipelajarai dalam penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari.
  3. Memberikan materi pelajaran matematika dengan menyenangkan, hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sedikit cerita tentang sejarah ditemukannya materi tersebut sebelum dimulainya pelajaran.
  4. Dalam penyampaian materi sebelum mengenalkan rumus-rumus, terlebih dahulu memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi/rumus yang akan disampaikan.
  5. Jika materi yang akan disampaikan menurut ukuran peserta didik termasuk materi yang sulit, maka memberikan materi dan persoalan dengan cara dimulai dari hal yang mudah.
  6. Memberikan materi dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami peserta didik (tidak bergantung pada bahasa matematika).
Selain guru, pemerintah pun mempunyai peran penting dalam mengubah pandangan siswa tentang matematika. Agar materi matematika mudah dipahami oleh siswa, pemerintah terutama kementrian pendidikan nasional juga harus ikut berperan, antara lain:
  1. Untuk segera mengevaluasi standar kompetensi pelajaran matematika yang tertuang di dalam standar isi.
  2. Menyesuaikan standar kompetensi pelajaran matematika dengan usia perkembangan peserta didik.
  3. Menyederhanakan materi pelajaran matematika, namun lebih memperdalam kompetensi pelajaran matematika.
Jika hal ini dapat dilakukan pemerintah, maka guru-guru dapat menyampaikan materi pelajaran matematika dengan mengeksplore seluruh kemampuan siswa, dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui media yang memadai.

Jadi, para pejuang matematika apakah akan terus membiarkan paradigma negatif ini berlanjut?

dikutip dari : http://himafiki-matematika.blogspot.co.id/2013/07/mengubah-paradigma-negatif-tentang.html